Garuda Indonesia berhasil mencatatkan laba bersih di 2018 setelah sebelum bertubi-tubi merugi. Namun itu karena adanya piutang yang diakui sebagai pendapatan.
"Piutang tetap piutang. Itu namanya akal-akalan akuntansi," kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati saat dihubungi detikFinance, Kamis (25/4/2019).
"Itu akan menurunkan kepercayaan publik terhadap Garuda dan itu berpengaruh terhadap performance," ujarnya.
Jika kepercayaan publik sudah menurun, menurut Enny dampaknya akan ke berbagai sektor. Selain berpotensi masyarakat ogah naik Garuda, saham perusahaan juga berpotensi menurun.
Sekadar informasi, pada 2018 GIAA mencatatkan laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Laba itu berkat melambungnya pendapatan usaha lainnya yang totalnya mencapai US$ 306,88 juta.
Ternyata ada dua komisaris yang enggan menandatangani laporan keuangan itu. Mereka merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia.
Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 23.
Sebab manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$ 239.940.000, yang diantaranya sebesar US$ 28.000.000 merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari PT Sriwijaya Air. Padahal uang itu masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan.
(das/fdl)https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-4524853/diduga-manipulasi-laporan-keuangan-citra-garuda-bisa-tercoreng
2019-04-25 11:00:00Z
52781576536436
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Diduga Manipulasi Laporan Keuangan, Citra Garuda Bisa Tercoreng - detikFinance"
Post a Comment